[ Antara Good Governance dan Open Governance ]
Sebagai mahasiswa Ilmu Pemerintahan, pasti ga asing dong dengan istilah-istilah yang berkaitan dengan politik. Misalnya Good Governance dan Open Governance. Kedunyanya berbicara tentang tata kelola pemerintahan yang mengedepankan pada keterbukaan publik dan kolaborasi bersama elemen di luar pemerintahan untuk sama sama menjalankan roda penerintahan dan kehidupan bersama. Biar lebih fokus, kita bahas satu per satu ya.
Good Governance.
Good governance dapat diartikan sebagai tata kelola pemerintahan yang baik. Tapi kriteria baik yang seperti apa sih ? Apakah pemerintahan yang anti korupsi ? Apakah yang sering memperbaiki jalan rusak ?
Jawabannya lebih dari sekedar itu kawan-kawan. Banyak dari sumber yang menjelaskan tentang Good Governance, baik itu Bank Dunia, UNDP, Kementrian dan banyak pihak lainnya. Namun bila penulis simpulkan bahwa Good Governance adalah ketika dimana pemerintah bekerja dengan menjalankan 1. Akuntabilitas 2. Transparansi 3. Partisipatif. Ketiga hal di atas sangat mungkin di jalankan, walaupun mungkin baru ada yang menjalankan 2 dari 3 kriteria tadi, bisa kita sebut sebagai “Good Enough Government” .
Mari kita berbicara realita. Contoh penerapan Good Governance ini adalah di DKI Jakarta. Pada era Gubernur Basuki Tjahaya Purnama, semua kas keuangan pemerintah di simpan secara rapi melalui sistem elektronik bernama E-Budgeting. Jadi uang rakyat yang telah menjadi kas APBD tadi aman. Karena kalau mau di pakai, maka harus ada persetujuan dari gubernur dan juga DPRD.
Begitupun masyarakat dan pihak-pihak di luar pemerintah jika ingin tahu di pakai untuk apa saja uang mereka, bisa melihatnya di web pemda DKI. Tapi sampai sini, pemda DKI baru menjalankan 2 dari 3 kriteria Good Goverance tadi, yaitu transparansi dan akuntabilitas. Sedangkan belum pastisipatif dalam menggunakan yang APBD. Artinya, masyarakat belum di libatkan secara langsung dalam penggunaan uang APBD. Tapi bukan berarti kamu harus khawatir ya, karena pada akhirnya program-program yang di jalankan pemda DKI juga berorientasi pada kepentingan publik ko, misalnya RPTRA, Rusun untuk warga berpenghasilan rendah, KJP, dan lain-lain.
Jadi sekarang kita bisa menilai deh organisasi apa saja yang sudah menerapkan good governance menggunakan kriteria-kriteria tersebut.
Ada lagi nih kawan yang lebih advance, namanya Open Government Indonesia(OGI). OGI adalah gerakan bersama antara pemerintah dan pihak-pihak di luar pemerintah (LSM, masyarakat, korporat, dan lainnya) untuk saling bahu membahu menciptakan tata kelola pemerintahan yang transparan, inovatif, program yang efektif efisien secara anggaran.
Jadi OGI ini berusaha menciptakan Check and Balance antara sistem dan lingkungan dalam menjalankan pemerintahan dan kehidupan . OGI ini adalah “cinta segitiga” antara Rakyat - Pemerintah - Swasta. Kalau Good Governance di atas berpijak pada Akuntabilitas, Transparansi, dan Partisipatif, maka OGI ini berusaha se-partisipatif mungkin dalam pembuatan program-program kerjanya dengan alat bernama transparansi.
Lho, apa bedanya dengan Good Governance ? Ini bedanya kawan. Kalau Good Governance dalam pembuatan program-program kerjanya belum melibatkan rakyat secara langsung, baru sebatas pada masukan-masukan saja. Tapi kalau OGI ini, dalam proses pembuatan kebijakan/program kerjanya melibatkan masyarakat secara langsung, tranparansi soal anggaran, mengalokasikan estimasi dana untuk setiap program, adanya check and balance ketika program berjalan dan lainnya.
Wujud nyatanya sudah ada lho. Kenal sama Walikota Bandung kan ? Ya betul, Ridwan Kamil. Dia sedang mencoba menerapkan ini(dalam subjektifitas penulis), kenapa ? Karena menurut dia, suatu kota kalau ingin maju harus di bangun atas dasar kolaborasi semua pihak. Tidak bisa mengandalkan pemeintah saja. Ridwan Kamil menjelaskan, untiuk membangun suatu kota, harus ada 5(lima) element yang terlibat; 1. Pemerintah 2. Rakyat 3.Swasta 4. Akademisi 5. Media.
Dari semua pihak itu mempunyai tugas masing-masing. Terbukti, dengan transparansinya di pemerintahan Ridwan Kamil, Kota Bandung mendapat penghargaan dari pemprov Jabar dalam pembangunan, dia pun secara unofficial selalu mengupdate hasil-hasil kerja pemkot bandung di sosial media pemkot Bandung seperti di Facebook dan Twitter, membangun Bandung Palmning Gallery sebagai media yang bisa di akses oleh siapapun, berdialog dengan para PKL setiap kali hendak di relokasi bahkan pernah beberapa kali dia mengunjungi dan makan bersama warganya yang kurang mampu di rumah warganya.
Diapun sangat partisipatif, misalnya adanya program Gerakan Pungut Sampah setiap setiap hari, sistem laporan LAPOR pada SKPD, e-Musrenbang dengan IA ITB, Bike Sharing, dan lainnya. Jadi, OGI ini mengajak semua pihak untuk membangun kota dengan tanggung jawabnya masing-masing. Karena pemerintah hanya memegang 25% tangggungjawab itu, 25% lagi masyarakat, 25%swasta, dan 25% lagi akademisi. Karena ciri kota yang “sakit” adalah pemerintahnya koruptif, pengusahanya oportunis dan kaum inteleknya apatis.
Jadi, kalau kamu jadi pemimpin dimanapun nanti, baik di pemerintahan ataupun organisasi, jangan lupa terapkan ini ya kawan-kawan. (Fau)
Departemen Kajian Strategis, Penelitian dan Pengembangan
kabinet berkarya menginspirasi
Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan